Kamis, 20 Mei 2010

Proposal Skripsi Rohana


Kemampuan Menentukan Makna Kata dalam Sebuah Wacana Siswa Kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Tanpa bahasa manusia tidak akan dapat berkomunikasi dengan lancar, apalagi dalam memecahkan masalah yang dihadapi setiap hari. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang utama. Dengan bahasa seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain, dapat menjelaskan ide dan saling mencurahkan perasaan, serta memahami pikiran dan gagasan.
Kemampuan berbahasa itu sangat penting bagi manusia dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pembinaan bahasa harus dimulai sejak kecil hingga dewasa baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah. Pada suasana formal pemakai bahasa Indonesia menuntut penerapan kaidah bahasa dalam berkomunikasi, maka mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi pengajaran bahasa Indonesia dilakukan dengan tujuan agar penutur memiliki keterampilan berbahasa.

Dalam hal ini jelas bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi, sebagaimana yang dikatakan Keraf (1984: 17), “Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau alat perhubungan antar anggota-anggota masyarakat; suatu komunikasi yang diadakan dengan mempergunakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.”
Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi yang paling penting, tanpa bahasa orang akan sulit melakukan interaksi satu dengan lainnya. Oleh sebab itu bahasa yang kita gunakan haruslah mempunyai aturan. Kita tidak bisa berbahasa sesuka hati bila ingin bahasa yang kita pakai dapat dimengerti orang lain. Seseorang yang menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi kepada orang lain harus menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami, sehingga tidak terdapat makna ganda yang dapat membingungkan pendengar.
Dalam praktek komunikasi sehari-hari, kenyataannya masih banyak para pelajar yang kurang memahami makna kata dengan benar. Mereka masih banyak yang kurang mengerti dalam pemahaman mengenai makna kata dalam sebuah wacana baik yang mereka dengar ataupun yang mereka baca. Sehingga terkadang dapat membuat salah tafsir antara pembicara dan pendengar maupun pembaca apabila mereka tidak memahami mengenai makna kata. Kesalahan dalam memahami makna kata dapat dipengaruhi karena faktor ketidaktahuan. Oleh sebab itu, sikap pemakai bahasa terhadap bahasanya sangat berpengaruh dalam memahami makna kata.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ” Kemampuan menentukan makna kata dalam sebuah wacana siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010.

B. Identifikasi Masalah
Menurut Surakhmad (1990: 10), masalah merupakan “Kondisi atau keadaan yang mengancam, mengganggu, menghambat, menyulitkan dan menunjukkan adanya kesenjangan dari apa yang diharapkan.”
Kesalahan berbahasa juga terjadi di kalangan siswa SMA Negeri I Salapian khususnya dan sekolah-sekolah lain pada umumnya, terutama dalam menggunakan bahasa yang sesuai dengan tata bahasa atau kaedah-kaedah yang telah ditetepkan, termasuk dalam menggunakan dan memahami makna kata dalam sebuah wacana.
Tarigan (1988: 198), “Membedakan kesalahan berbahasa atas kesalahan morfologi, kesalahan sintaksis dan kesalahan semantik.” Kesalahan-kesalahan ini masih dapat dibedakan atas beberapa jenis kesalahan. Kesalahan morfologi mencakup kesalahan: kesalahan pemakaian afiks, kesalahan kata ulang, kata majemuk, dan ketidaktepatan pemakaian partikel. Kesalahan sintaksis mencakup: kesalahan pemakaian kata depan, kesalahan pemakaian diksi, kesalahan penyususan kalimat yang tidak efektif. Sedangkan kesalahan semantik meliputi bidang arti, seperti denotasi dan konotasi.
Berdasarkan pendapat di atas ditetapkan identifikasi masalah pada penelitian yang dilaksanakan terarah dan tidak terlalu luas. Maka penulis menetapkan identifikasi masalah dalam judul ini mencakup:
1. Bagaimanakah minat siswa dalam memahami makna kata?
2. Bagaimana kemampuan siswa memakai makna kata?
3. Apakah kemampuan siswa dalam menentukan makna kata kurang?





C. Pembatasan Masalah
Setiap penelitian memerlukan suatu pembatasan masalah, jika masalah tidak dibatasi, maka suatu penelitian bisa keluar dari topik permasalahan yang sebenarnya. Karenanya, pembatasan masalah mutlak diperlukan agar hal yang diteliti dapat lebih terarah pada suatu masalah sesuai pendapat Surakhmad (1990: 36) yang mengatakan:
Sebuah masalah yang dirumuskan terlalu umum dan luas tidak pernah dipakai sebagai masalah itu. Sebab itu masalah perlu pula memenuhi syarat dalam merumusan yang terbatas. Pembatasan ini diperlukan bukan saja untuk dapat menetapkan lebih dahulu segala sesuatu yang diperlukan untuk pemecahannya, tenaga, waktu, ongkos dan lain-lain yang timbul dari rencana itu.

Dalam rangka menghindari kemungkinan yang dapat menghambat jalannya penelitian, yang disebabkan karena luasnya topik pembahasan tentang makna kata, maka masalah yang akan diteliti hanya terbatas kepada makna kata denotasi dan konotasi saja.

D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah selalu beranjak dari adanya masalah yang dihadapi, serta upaya penyelesaiannya. Seorang peneliti selalu ingin tahu terhadap masalah yang akan diteliti. Untuk memecahkan suatu masalah, seorang peneliti harus mengetahui akar masalah apa yang terdapat dalam penelitian tersebut.
Dalam konteks di atas, Arikunto (1998: 51) mengatakan bahwa ”Problematik penelitian adalah bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian. Langkahnya disebut perumusan masalah atau perumusan problematik.”
Berdasarkan pendapat di atas, maka rumusan masalah yang akan diteneliti yaitu: Bagaimana kemampuan menentukan makna kata dalam sebuah wacana siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sesuatu yang menjadi sasaran dari setiap penelitian dan berfungsi sebagai pemandu terhadap kegiatan penelitian. Tujuan sangat penting dirumuskan sebelum suatu kegiatan mulai dilaksanakan, hal ini sesuai dengan pendapat Surakhmad (1990: 32) yang mengatakan bahwa “Setiap penelitian harus berisi lebih dahulu tentang tujuan. Sebab dengan adanya tujuan, penulis mampu mengarahkan pemikiran pembaca serta menempatkan uraian-uraian itu dalam proporsi yang wajar.”
Sedangkan menurut Ali (1982: 9) yang mengatakan:
Tujuan penelitian sangat besar pengaruhnya terhadap komponen ataupun elemen penelitian lain terutama metode teknik, alat ataupun generalisasi yang diperoleh. Oleh sebab itu ketajaman seseorang dalam merumuskan tujuan penelitian sangat mempengaruhi keberhasilan penelitian yang dilaksanakan. Karena tujuan penelitian pada dasarnya adalah titik anjak dan titik unjuk yang akan dicapai seseorang melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya.

Berangkat dari dua pendapat di atas, maka penulis mencoba mengadakan sebuah penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan menentukan makna kata dalam sebuah wacana siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010.


F. Manfaat Penelitian
Segala sesuatu yang kita kerjakan, terutama dalam masalah penelitian secara sederhana akan selalu membawa manfaat. Demikian halnya dengan penelitian pendidikan, juga diharapkan dapat memberi masukan bagi pengembangan sistem pendidikan yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Ali (1982: 9):
Penelitian pendidikan sangat besar sekali manfaatnya bagi pengembangan sistem pendidikan maupun untuk kepentingan praktis dalam penyelenggaraan. Dengan demikian dapat diketahui hal-hal yang berhubungan dengan berbagai faktor, baik yang menghambat maupun yang menunjang pengembangan pendidikan.

Berangkat dari pendapat di atas, maka manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang tingkat kemampuan siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010 dalam menentukan makna kata dalam sebuah wacana
2. Bahan masukan bagi para guru, khususnya guru bahasa Indonesia agar dapat mengetahui kemampuan siswanya dalam menentukan makna kata dalam sebuah wacana.

BAB II
LANDASAN TEORETIS

A. Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis yang digunakan dalam penelitian adalah garis besar struktur teori yang akan digunakan mendukung penelitian dalam menemukan data dan menganalisis serta menarik kesimpulan pandangan atau pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli, disusun dan dipadukan untuk sebuah penelitian. Seperti yang telah diutarakan pada bagian terdahulu, penelitian ini hanya membahas kemampuan menentukan makna kata dalam sebuah wacana.
Untuk mengembangkan kemampuan dalam menguasai Tata Bahasa Indonesia, salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dalam prespektif Islam, menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia. Bahkan Allah SWT telah menegaskan akan mengangkat derajat orang-orang yang menuntut ilmu, sesuai dengan firman-Nya:
                                

Artinya: Allah akan meninggikan orang-oranng yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadalah, 58: 11)
Kecuali itu orang yang menuntut ilmu juga berlangsung seumur hidup (long life education). Hal ini dapat dilihat dari hadis Rasul yang berbunyi:



Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.
Dari teks Al-Quran dan Hadis di atas jelaslah bahwa pendidikan sangat penting bagi umat manusia. Karena dengan pendidikan kita dapat menerima ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, juga harus dipelajari dengan baik.
Dengan demikian, dari ayat di atas jelas Allah SWT menganjurkan supaya manusia memiliki ilmu pengetahuan, maka penulis dapat melakukan sebuah penelitian. Sehubungan dengan penelitian ini, ayat di atas merupakan dasar bagi penulis untuk mendeskripsikan teori-teori yang akan diteliti oleh penulis mengenai kemampuan menentukan makna kata dalam sebuah wacana siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010.





1. Pengertian Kemampuan
Istilah kemampuan berasal dari kata dasar “mampu” yang mendapat konfiks “ke-an”. Menurut Poerwadarminta (1984: 682) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia “mampu” berarti kuasa, sanggup melakukan sesuatu, sedangkan “kemampuan” berarti kesanggupan, kecekatan dan kekuatan untuk melakukan sesuatu.
Tiap individu mempunyai kemampuan sendiri, kemampuan itu bisa datang sendiri, atau pembawaan dari lahir dan faktor lingkungan adalah apabila seseorang diasuh atau dididik terampil dalam suatu bidang atau lapangan, maka ia mampu melakukan kegiatannya dalam bidang tersebut. Kemampuan dalam hal ini adalah kesanggupan menentukan makna kata dalam sebuah wacana.

2. Pengertian Makna Kata
a) Pengertian Makna
Sehubungan dengan pengertian kata makna, Poerwadarminta dalam Guntur (1986: 9) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terdapat keterangan sebagai berikut:“makna :arti atau maksud (sesuatu kata); mis. Mengetahui lafal dan maknanya:Bermakna: berarti; mengandung arti yang penting (dalam); berbilang, mengandung beberapa arti; Memaknakan: menerangkan arti (maksud) sesuatu kata dan sebagainya.
Sedangkan menurut Kridalaksana (2001: 132) ”Makna adalah pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.”
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna adalah arti atau maksud atau pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.

b) Pengertian Kata
Menurut Kridalaksana (2001: 98) ”Kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas.” Sementara itu, menurut Waridah (2008: 264) ”Kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri dan membentuk suatu makna bebas.”
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ”Kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan bahasa terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas atau berdiri sendiri dan membentuk suatu makna bebas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian makna kata adalah arti atau maksud dari morfem atau kombinasi morfem yang yang diujarkan sebagai bentuk yang bebas.

3. Pengertian Makna Denotasi
Menurut Waridah (2008: 294) menyatakan bahwa “Makna denotasi adalah makna suatu kata sesuai dengan konsep asalnya, apa adanya, tanpa mengalami perubahan makna atau penambahan makna.”
Sedangkan Tarigan (1988: 59) menyatakan “Makna denotasi adalah batasan kamus atau definisi utama sesuatu kata, sebagai lawan daripada konotasi-konotasinya atau makna-makna yang ada kaitannya dengan itu.”
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa makna denotasi adalah makna yang tanpa mengalami perubahan makna atau penambahan makna dan sebagai lawan daripada makna konotasi-konotasinya.

4. Pengertian Makna Konotasi
Menurut Waridah (2008: 294) “ Makna konotasi adalah makna suatu kata berdasarkan perasaan atau pemikiran orang lain”. Hal senada diungkapkan Kosasih (2003: 147) bahwa “ Makna konotasi adalah makna yang berdasarkan perasaan atau pikiran seseorang.”
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa makna kata konotasi adalah makna suatu kata berdasarkan perasaan atau pemikiran orang lain atau pikiran seseorang.

5. Ragam konotasi
Konotasi dapat juga di sebut sebagai nilai rasa, ada banyak ragam konotasi yang terdapat dalam bahasa Indonesia yang kita pergunakan sehari-hari. Dalam kehidupan, kita semua maklum bahwa seseorang itu di suatu pihak berdiri sendiri dan di pihak lain adalah sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu konotasi pun ada yang bersifat individual dan ada pula yang bersifat kolektif. Konotasi kolektif dapat digolongkan kepada beberapa macam, yakni:
a. Konotasi Tinggi
Sudah merupakan hal yang biasa terjadi bahwa kata-kata sastra dan kata-kata klasik lebih indah dan anggun terdengar oleh telinga umum, oleh karena itu tidak perlu heran bahwa kata-kata seperti itu mendapat konotasi atau nilai rasa tinggi. Di bawah ini ada sejumlah kata yang mengandung nilai rasa tinggi yang berada di sebelah kiri:
aksi ‘gerakan’
aktif ‘giat’
bahtera ‘perahu, kapal’
cakrawala ‘lengkung langit’
drama ‘sandiwara’
geologi ‘ilmu tanah’

b. Konotasi Ramah
Dalam pergaulan dan pembicaraan kita sehari-hari antara sesama anggota masyarakat, biasa kita pakai bahasa daerah ataupun dialek untuk manyatakan hal-hal yang langsung berhubungan dengan kehidupan. Dengan demikian terjadilah bahasa campuran yang kadang-kadang terasa lebih ramah daripada bahasa Indonesia sebab dalam hal ini kita merasa lebih akrab, dapat saling merasakan satu sama lain, tanpa terasa adanya kecanggungan dalam pergaulan.
Di bawah ini contoh dari kata-kata yang terasa mengandung konotasi ramah yang berada di sebelah kanan:
akur ‘cocok’ sesuai’
berabe ‘susah’
cialat ‘celaka’
cicil ‘angsur’
kecele ‘kecewa’
mangkir ‘absen,tidak hadir’

c. Konotasi Berbahaya
Kata-kata yang berkonotasi berbahaya ini erat sekali hubungannya dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat magis. Dalam saat-saat tertentu di kehidupan masyarakat, kita harus berhati-hati mengucapkan suatu kata supaya jangan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, hal-hal yang mendatangkan bahaya.
Dengan perkataan lain adalah tabu mengucakan beberapa kata pada saat-saat tertentu. Contohnya pada saat kita berburu ke hutan, maka sangatlah terlarang atau tabu menyebut kata harimau, sebab kalau disebut mungkin nanti bertemu dengan harimau. Untuk menghindari hal tersebut maka dipakailah kata nenek.
Dalam hal ini kata harimau mempunyai konotasi berbahaya, sedangkan kata nenek mengandung nilai rasa tidak berbahaya. Berikut ini adalah beberapa contoh dari kata-kata yang dianggap tabu untuk yang di sebelah kiri dan kata yang tidak berbahaya di sebelah kanan:
ular ‘tali, ikat pinggang Raja Sulaiman’
tikus ‘putri, si ekor panjang’
berak ‘buang air besar’ ke belakang’
kencing ‘buang air kecil’
d. Konotasi Tidak Pantas
Dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat terdapat sejumlah kata yang jika diucapkan tidak pada tempatnnya, kata-kata tersebut mendapat nilai rasa tidak pantas. Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang berkonotasi tidak pantas ini dapat saja menyinggung perasaan, terlebih-lebih bila orang yang mengucapkannya lebih rendah martabatnya daripada teman bicara.
Demikianlah dalam praktek sehari-hari, sangat tidak pantas dan kurang sopan mengucapkan kata-kata yang berada pada lajur kiri di bawah ini, pada lajur kanan diterakan sinonim-sinonimnya yang mengandung konotasi yang lebih pantas dan lebih sopan yang berada di sebelah kanan:
beranak ‘bersalin’
bunting ‘mengandung, duduk perut’
mampus ‘meninggal, berpulang’
pelacur ‘tuna susila’

e. Konotasi Tidak Enak
Ada sejumlah kata yang karena biasa dipakai dalam hubungan yang tidak atau kurang baik, maka tidak enak didengar oleh telinga dan mendapat nilai rasa tidak enak. Kata-kata semacam ini disebut dengan istilah Latin ‘in malem partem’
Berikut ini adalah contoh kata-kata yang berkonotasi tidak enak yang berada di sebelah kiri:
orang udik ‘orang desa’
keluyuran ‘jalan-jalan’
koyok ‘banyak bicara’
cingcong ‘ulah’
otak udang ‘bodoh’

f. Konotasi Kasar
Ada kalanya kata-kata yang dipakai oleh rakyat jelata terdengar kasar dan mendapat nilai rasa kasar. Biasanya kata-kata seperti itu berasal dari suatu dialek. Berikut ini adalah sejumlah kata yang berkonotasi kasar yang berada di sebelah kiri dan konotasi tidak kasar di sebelah kanan:
lu ‘kamu’
tak becus ‘tak mampu’
babu ‘pembantu rumah tangga’
Uraian di atas adalah menurut pendapat Tarigan (1986: 59 s/d 78) mengenai ragam konotasi yang terbagi menjadi beberapa macam yaitu: konotasi tinggi, konotasi ramah, konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi tidak enak, dan konotasi kasar, tepatnya mulai halaman 12 sampai pada halaman 15.

6. Pengertian Wacana
Menurut Moeliono dkk (2003: 419) “Rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain itu membentuk kesatuan yang dinamakan wacana”. Dan menurut Chaer (2002: 267) “Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar”.
Sedangkan menurut Kridalaksana (2001: 231):
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan (novel, buku, seri, ensiklopedia, dsb), paragraf , kalimat atau kata yang membawa alamat yang lengkap.

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah rentetan kalimat atau satuan bahasa yang lengkap sehingga dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar yang direalisasikan dalam bentuk karangan (novel, buku, seri, ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat atau kata yang membawa alamat yang lengkap.

B. Kerangka Konseptual
Dari kerangka teoretis dapat dilihat bahwa untuk mengembangkan kemampuan dalam menguasai Tata Bahasa Indonesia, salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Untuk memahami makna kata dalam sebuah wacana, siswa harus dididik agar mengetahui makna kata dengan baik.
Makna adalah arti atau maksud atau pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.
Kata adalah arti atau maksud dari morfem atau kombinasi morfem yang yang diujarkan sebagai bentuk yang bebas.
Wacana adalah rentetan kalimat atau satuan bahasa yang lengkap sehingga dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar yang direalisasikan dalam bentuk karangan (novel, buku, seri, ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat atau kata yang membawa alamat yang lengkap.

C. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah kemampuan menentukan makna kata dalam sebuah wacana siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009 / 2010?



BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul penelitian yang penulis tetapkan yaitu “Kemampuan menentukan makna kata dalam sebuah wacana siswa kelas X SMA Negeri I Salapain.” maka dipilih lokasi penelitian yang bertempat pada SMA Negeri I Salapian.
Pemilihan lokasi ini penulis lakukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
a. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini sepengetahuan penulis belum pernah diteliti di sekolah tersebut.
b. Lokasi penelitian ini tidak jauh dari tempat tinggal penulis, jika ditinjau dari segi biaya, tenaga, dan kemudahan, maka efektifitas dan efisiensi penelitian bisa dicapai.

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakankan selama lima bulan, terhitung dari bulan Januari 2010 sampai bulan Mei 2010. Untuk lebih jelasnya tentang rincian waktu penelitian, dapat dilihat dalam tabel berikut:



TABEL I
RINCIAN WAKTU PENELITIAN
No Jenis Kegiatan Bulan / Minggu ke
Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penulisan Proposal    
2 Bimbingan Proposal 
3 Seminar Proposal 
4 Perbaikan Proposal   
5 Surat izin penelitian 
6 Pengumpulan data 
7 Pengolahan data  
8 Penulisan skripsi 
9 Bimbingan skripsi     
10 Persetujuan skripsi 

B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Setiap peneliti yang akan mengadakan penelitian terlebih dahulu membuat rencana penelitian. Salah satu yang termasuk dalam perencanaan itu adalah menyangkut objek penelitian. Masalah penelitian berkaitan erat dengan objek penelitian dan seluruh objek yang diteliti biasanya disebut populasi penelitian.
Arikunto (1998: 115) mengatakan bahwa “ Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, penelitiannya merupakan penelitian populasi.”
Berdasarkan pendapat di atas, maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010 yang terdiri dari 4 kelas sebanyak 188 orang.
TABEL 2
JUMLAH POPULASI
No. Kelas Jumlah Populasi
1 X-A 48 orang
2 X-B 45 orang
3 X-C 48 orang
4 X-D 47 orang
Jumlah 188 orang

2. Sampel
Jumlah populasi 188 orang dapat dikatakan telah besar karena itu penulis menetapkan sampel berpedoman kepada Arikunto (1993: 107) yang menemukan bahwa: “Untuk sekedar ancar-ancar maka apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitan populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih”.
Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti mengambil 25 % dari jumlah siswa yang ada yaitu sebanyak 47 orang siswa yang diperoleh secara acak (random sampling).
Adapun teknik yang digunakan untuk menetapkan sampel ini adalah teknik acak atau random dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengurutkan nama-nama siswa sebagai populasi.
b. Membuat gulunga kertas yang diberi nomor setiap gulungan sesuai dengan nomor populasi.
c. Mengambil gulungan kertas dari satu tempat sebanyak 47 gulungan.
Nomor-nomor yang keluar setelah diundi disesuaikan dengan nomor populasi dan ditetapkan sebagai anggota sampel. Untuk lebih jelas pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL 3
PENGAMBILAN SAMPEL
No Kelas Jumlah Populasi Jumlah Sampel
1
2
3
4 X – A
X – B
X – C
X – D 48 orang
45 orang
48 orang
47 orang 7 orang
5 orang
12 orang
23 orang
Jumlah 188 orang 47 orang


C. Metode Penelitian
Agar penelitian memperoleh hasil yang valid dan sesuai dengan tujuan, maka diperlukan data yang objektif. Untuk mendapatkan data yang objektif ini diperlukan metode penelitian yang tepat. Oleh sebab itu, sesuai dengan bingkai masalah dalam penelitian ini, maka metode yang dipakai adalah metode deskiptif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan fenomena yang diteliti.
Hasil ini sesuai dengan pendapat Surakhmad (1990: 139) yang mengatakan bahwa ”Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan alat teknik tertentu. Cara utama itu digunakan setelah penyelidikan memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan serta penyelidikan”.
Pendapat di atas diperkuat oleh pendapat Ali (1982: 120) yang mengatakan :
”Metode penelitian deskriptif digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Dilakukan dengan menempuh langkah-langkah menyimpulkan klasifikasi, analisis pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan, dengan tujuan untuk menggambarkan tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu deskriptif situasi.”

Berdasarkan beberapa pendapat pakar penelitian di atas, maka metode penelitian yang sesuai digunakan dengan penelitian ini adalah metode deskriptif, karena dianggap relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.

D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal yakni Kemampuan Menentukan Makna kata dalam sebuah wacana siswa kelas X SMA Negeri I Salapian Tahun Pembelajaran 2009/2010 sebanyak satu buah wacana.
E. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes yaitu tes pilihan berganda yang disusun terdiri atas 4 pilihan jawaban yaitu a, b, c, dan d. Jika benar skornya 1 dan jika salah skornya 0, jumlah soal sebanyak 20 butir soal. Pertanyaan yang digunakan mengenai makna kata dalam wacana.

F. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data penelitian ini, adapum langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Menghitung skor setiap siswa dengan menjumlahkan jawaban yang benar saja.
b. Data atau skor yang diperoleh setiap siswa dideskripsikan dalam sebuah tabel.
c. Mencari nilai rata-rata skor atau mean.

Keterangan :
M = Besarnya rata – rata yang dicari
Σ X = Jumlah nilai
N = Jumlah peserta tes (sampel )



d. Menentukan Standar deviasi (SD) skor.

Keterangan :
SD = Standar deviasi
X = Jumlah nilai
N = Sampel
e. Menghitung skor mentah menjadi nilai akhir dengan menggunakan Skala Sigma 1 - 10
f. Menentukan kemampuan siswa dngan membandingkan nilai rata-rata dengan patokan nilai yang dikemukakan Arikunto (2005: 249)
9 – 10 = sangat baik
7 – 8 = baik
6 = cukup
5 = kurang
≤ 4 = kurang sekali






Lampiran I
Dalam kehidupan ini terkadang kita perlu seperti bunglon, hal tersebutlah yang dilakukan Andi apabila ia berada di perantauan. Andi adalah laki-laki yang sangat suka membeo apabila dia berkomunikasi dengan orang-orang di tempat ia tinggal. Apabila ada hal yang menurut ia menguntungkan, ia tidak perduli walaupun merugikan bagi orang lain. Dia sering kongkalikong dengan temannya demi keuntungan mereka. Apabila perbuatannya diketahui oleh polisi, dia tidak pernah khawatir karena hanya dengan memberi amplop, dia mendapat kebijaksanaan dari polisi. Saat Andi melihat Dila, seorang wanita molek yang wajahnya bagaikan rembulan sifat Andi sedikit berubah, kata-katanya yang tajam berubah menjadi manis bagai madu.
Walaupun orang lain mengatakan Dila kampungan karena penampilannya, tetapi Andi terlanjur jatuh hati kepada Dila. Sifat Andi dan Dila sangat jauh berbeda, Andi seorang laki-laki yang tamak dan jahanam, tetapi Dila berkepribadian baik. Selama ini pekerjaan Andi suka memalak orang bersama algojo yang ikut bersamanya. Bahkan Ibunya pun tak dihormatinya, ia menganggap ibunya seperti babu di rumahnya sendiri. Setelah beberapa lama menjalin hubungan bersama Dila, Andi mempersunting Dila dengan membawa segerombolan teman dan keluarganya. Tetapi ayah Dila tidak menerima lamaran Andi, karena Andi banyak cingcong. Ayah Dila menganggap Andi pesong karena berani mempersunting Dila dengan berpenampila semrawut dan loyo.


Petunjuk mengerjakan soal :
1. Tulislah terlebih dahulu nama, kelas anda pada lembaran yang telah tersedia!
2. Bacalah wacana dengan cermat sebelum menentukan jawaban yang tepat!

PILIHAN BERGANDA

Pilihlah 1 jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (x) pada salah satu jawaban yang tersedia yaitu a, b, c, dan d pada soal di bawah ini!

1. Makna kata bunglon pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. binatang mamalia b. dapat menyesuaikan diri
c. binatang berubah warna d. sifat serakah

2. Makna kata membeo pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. meniru-niru perkataan orang lain b. suka berbicara
c. ramah d. suka berdusta

3. Makna kata kongkalikong pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. kerjasama b. kesepakatan c. keputusan d. keserasian

4. Makna kata amplop pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. sampul surat b. tempat uang
c. uang pelicin d. sampul buku
5. Makna kata kebijaksanaan pada wacana di atas menyatakan.....
a. pengampunan b. sesuai dengan harpan c. harapan d. santunan

6. Makna kata rembulan pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. indah b. bola langit c. cantik d. bulat

7. Makna kata tajam pada wacana di atas menyatakan makna......
a. kata-kata yang baik b. kata-katayang sopan
c. kata-kata yang menusuk d. kata-kata yang kasar

8. Makna kata manis pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. indah b. sejuk
c. menyenangkan d. bisa saja

9. Makna kata kampungan pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. orang udik b. orang jaman dahulu
c. berpenampilan seksi d. pemalu

10. Makna kata tamak pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. serakah b. suka menolong c. baik hati d. suka merampas



11. Makna kata jahanam pada wacana di atas menyatakan makna......
a. sifat bijaksana b. sifat suka menolong
c. sifat yang baik d. sifat jahat

12. Makna kata memalak pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. merampas b. memeras c. merampok d. menuding

13. Makna kata algojo pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. pengawal b. orang bodoh c. orang pintar d. pemabuk

14. Makna kata babu pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. pembantu b. orang yang berkuasa
c. orang yang bijaksana d. penyelidik

15. Makna kata mempersunting pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. memuji b. memikat c. melamar d. mendatangi

16. Makna kata segerombolan pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. beramai-ramai b. sepenggal c. serentak d. sendiri

17. Makna kata cingcong pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. ulah b. banyak bicara c. sombong d. santun

18. Makna kata pesong pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. gila b. sehat c. baik d. bersemangat

19. Makna kata semrawut pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. compang-camping b. culun c. rapi d. acak-acakan

20. Makna kata loyo pada wacana di atas menyatakan makna.....
a. lemah sekali b. tegap c. tegar d. senang















KUNCI JAWABAN TES KEMAMPUAN
MENENTUKAN MAKNA KATA

1. B 11. D
2. A 12. B
3. A 13. A
4. C 14. A
5. D 15. C
6. A 16. A
7. C 17. A
8. A 18. A
9. A 19. D
10. A 20. A









KEMAMPUAN MENENTUKAN MAKNA KATA DALAM SEBUAH WACANA SISWA KELAS X SMA NEGERI I SALAPIAN TAHUN PEMBELAJARAN 2009/2010




PROPOSAL

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd )Pada JurusanPendidikan Bahasa dan Seni Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


OLEH

ROHANA BR. SURBAKTI
0602040035














FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
DAFTAR ISI



DAFTAR ISI i
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Balakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 2
C. Pembatasan Masalah 4
D. Rumusan Masalah 4
E. Tujuan Penelitian 5
F. Manfaat Penelitian 6
BAB II : LANDASAN TEORETIS 7
A. Kerangka Teoretis 7
1. Pengertian Kemampuan 9
2. Pengertian Makna Kata 9
3. Pengertian Makna Denotasi 10
4. Pengertian Makna Konotasi 11
5. Ragam Konotasi 11
6. Pengertian Wacana 15
B. Kerangka Konseptual 16
C. Pertanyaan Penelitian 17
BAB III : METODE PENELITIAN 18
A. Lokasi dan Waktu Penelitian 18
B. Populasi dan Sampel 19
C. Metode Penelitian 22
D. Variabel Penelitian 22
E. Instrumen Penelitian 23
F. Teknik Analisis Data 23
DAFTAR PUSTAKA


















DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1982. Penelitian Pendidikan dan Strateg. Bandung: Angkasa

Alwi, Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Arikunto, Suharsemi. 1993. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Gramedia

_________________. 1998. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: P.T. Rineka cipta

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Agama RI. 1985. Al-Quran dan Terjamahannya. Jakarta

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan V

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah

Kosasih. 2003. Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Moeliono, Anton dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Surakhmad, Winarno. 1990. Dasar dan Teknik Research. Bandung: Tarsito

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa

_________________. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Bahasa. Bandung: Angkasa

Waridah, Ernawati. 2008. Ejaan yang Disempurnakan dan seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta: Kawan

Read More ..